Rencana pengembangan sekolah indonesia luar negeri

Sekretariat Jenderal mengemban tugas membina kerja sama luar negeri dan hubungan masyarakat, yang secara operasional dilaksanakan oleh Biro Kerja sama Luar Negeri dan Humas. Tugas tersebut dilaksanakan untuk memberikan dukungan pengelolaan agar dicapai peningkatan kelancaran, efektivitas, dan efisiensi serta keberlangsungan pembinaan kerja sama dan hubungan masyarakat antara Depdiknas dan berbagai instansi atau lembaga, baik dalam negeri maupun luar negeri, dengan tujuan utama untuk mendukung pembangunan pendidikan nasional yang menjadi bagian dari pembangunan nasional. Mendasari program dan kegiatan kerja sama tersebut adalah prinsip kesetaraan, saling menghormati, saling menghargai, saling menguntungkan, dan resiprositas (timbal balik) agar di satu sisi kewibawaan Depdiknas yang telah dibangun dapat dipelihara dan ditingkatkan, dan di sisi lain martabat bangsa Indonesia dapat tetap dijunjung tinggi. Pelaksanaan tugas utama tersebut diatur melalui klasifikasi kerja sama luar negeri dan hubungan masyarakat.

Kerja sama Luar Negeri

Sehubungan dengan tugas membina kerja sama luar negeri, Biro Kerja Sama Luar Negeri dan Humas memfasilitasi program dan kegiatan: kerja sama bilateral, regional, dan multilateral serta antarlembaga, baik dengan lembaga negara maupun lembaga swadaya masyarakat; penyelenggaraan sekolah Indonesia di luar negeri; pemberian beasiswa Pemerintah RI untuk warga asing; pelaksanaan tugas Atase Pendidikan dan Kebudayaan (Atdikbud); dan pelaksanaan program KNIU (Komisi Nasional Indonesia untuk UNESCO).

Kerja sama Bilateral

Kerja sama bilateral, yang dikoordinasikan oleh Bagian Kerja Sama Bilateral, lazimnya dapat dilaksanakan antara Indonesia dan suatu negara yang memiliki hubungan diplomatik dengan Indonesia dan keduanya telah menandatangani “Persetujuan” atau Agreement, yang akan menjadi payung bagi semua bentuk kerja sama bilateral. Kerja sama bilateral dalam bidang pendidikan, pemuda dan olahraga dituangkan dalam Nota Kesepahaman atau Memorandum of Understanding (MOU), yang diikuti dengan kesepakatan pelaksanaannya yang dituangkan dalam “Pengaturan Pelaksanaan” atau Implementational Arrangements bersama Rencana Aksinya ( Action Plan ).

Dalam hal penyiapan naskah MOU ada perbedaan keluasan koordinasi. Jika cakupan kerja sama tidak melebihi urusan pendidikan, pemuda dan olahraga, koordinasi dimulai dengan unit-unit utama dalam Depdiknas dan diteruskan dengan koordinasi dengan Deplu, dan kedutaan negara mitra. Namun, jika kerja sama mencakup bidang-bidang lain seperti kebudayaan dan ristek (riset dan teknologi), koordinasi dapat menjangkau kementerian-kementerian lain yang terkait. Koordinasi antarinstansi dapat dilakukan oleh Depdiknas dan/atau Deplu, tergantung pada permasalahannya.

Isi Nota Kesepahaman mengacu pada hasil Pertemuan Komisi Bersama atau Joint Commission Meeting (JCM) dengan delegasi masing-masing negara dipimpin oleh Menteri Luar Negeri. Bahan JCM adalah hasil pertemuan Kelompok Kerja Bersama atau Joint Working Group (JWG) yang diselenggarakan sebelum JCM dilaksanakan. Delegasi JWG dipimpin oleh Pejabat Senior (Eselon I) atau pejabat lain yang ditugaskan. Pertemuan JWG dan JCM diselenggarakan di kedua negara terkait secara bergantian.

Dasar kesepahaman untuk melakukan kerja sama yang tertuang dalam MOU adalah kesadaran kedua belah pihak akan pentingnya pengembangan wilayah-wilayah pendidikan, pemuda, dan olahraga tertentu dan kehendak untuk mempererat dan memperluas hubungan antara kedua negara dan saling membantu dalam pengembangan wilayah-wilayah yang disepakati bersama.

Bentuk-bentuk kerja sama mencakup hubungan individual antara lembaga-lembaga pendidikan kedua negara; pertukaran pelajar, mahasiswa, pemuda, pakar, dosen, dan informasi serta publikasi (hasil penelitian); penelitian gabungan; pengembangan pelatihan bersama; penyelenggaraan seminar/konferensi gabungan; pertukaran beasiswa; bantuan tenaga teknis; dan pemberian hibah dari negara yang lebih kuat. Kegiatan kerja sama bilateral dikoordinasikan oleh Bagian Kerja Sama Bilateral dengan instansi-instansi terkait.

Kerja sama Regional

Kerja sama regional pada dasarnya berkenaan dengan kerja sama antarnegara-negara di Asia Tenggara yang dalam bidang pendidikan, ilmu pengetahuan dan kebudayaan dimulai pada tahun 1965 ketika SEAMEO ( South-East Asia Ministers of Education Organization ) dibentuk dengan lima negara anggota, yaitu Filipina, Indonesia, Malaysia, Singapura, dan Thailand. Sekarang anggota SEAMEO telah bertambah lima , yaitu Brunei Darussalam, Myanmar , Kamboja, Laos , dan Vietnam . Di samping itu, organisasi ini memiliki enam associate members : Australia , Belanda, Kanada, Jerman, Perancis, dan Selandia Baru. Selain itu, ada satu affiliate member, yaitu Norwegia. Sekretariat SEAMEO, yang disebut SEAMES ( South-East Asia Ministers of Education Secretariat ), yang berkantor di Bangkok , dipimpin oleh seorang Direktur dengan masa bakti 3 (tiga) tahun, yang direkrut dari negara-negara anggota secara bergiliran.

Kerja sama dalam mengembangkan sumber daya pendidikan dilakukan lewat kegiatan-kegiatan penelitian, konsultasi, pendidikan dan pelatihan, yang dilaksanakan oleh 15 pusat spesialis milik SEAMEO. Tiga di antara pusat-pusat tersebut ada di Indonesia : BIOTROP ( Tropical Biology ) di IPB, TROPMED ( Tropical Medicine for Community Nutrition ) di UI, dan SEAMEOLEC ( South-East Asia Ministers of Education Open Learning Centre ) di Jakarta. Dua belas Pusat yang lain tersebar di Singapura ( Regional Language Centre atau RELC), Malaysia ( Tropical Medicine-Microbiology, Parasitology and Entomology atau TROPMED dan Regional Centre for Education in Science and Mathematics atau RECSAM), Thailand ( Tropical Medicine for Public Health Network atau TROPMED, Regional Office for Archaeology and Fine Arts atau SPAFA, Regional Centre for Higher Education and Development atau RIHED), Brunei ( Vocational and Technical Education atau VOCTEC), Filipina ( Study and Research in Agriculture atau SEARCA, Educational Innovation and Technology atau INNOTEC, dan Tropical Medicine for Public Health TROPMED), Vietnam ( Regional Training Centre atau RETRAC ), dan Myanmar ( Centre for History and Tradition atau CHAT). Pada dasarnya program-program yang disusun oleh pusat-pusat SEAMEO ini adalah dari, oleh, dan untuk negara-negara anggota, yang masing-masing diwakili oleh satu orang yang duduk dalam Governing Board .

Program-program kerja sama SEAMEO dibicarakan dalam HOM ( High Official Meeting ), yang dihadiri oleh Sekretaris Jenderal dan seorang pejabat eselon I yang mendampinginya. Dalam hal ini Kepala Biro KLN dan Humas hadir sebagai pengamat untuk mengikuti jalannya rapat. Hasil HOM dibahas lebih lanjut dan disahkan oleh para Menteri Pendidikan sebagai anggota Dewan Menteri Pendidikan Asia Tenggara atau SEAMEC ( South-East Asia Ministers of Education Council) dalam konferensi tahunan yang disebut SEAMEC Conference . Dalam Konferensi tahunan tersebut Menteri Pendidikan bertindak sebagai Ketua Delegasi dengan anggota yang terdiri dari seorang pejabat eselon I, seorang pejabat eselon II, dan seorang pejabat eselon III atau staf terkait yang ditunjuk.

Penyelenggaraan HOM tahunan, tepatnya pada bulan November atau Desember, diatur oleh SEAMES ( South-East Asia Ministers of Education Secretariat ), yang biasanya mengambil tempat di Bangkok , Thailand . Sementara itu, SEAMEC Conference diselenggarakan secara bergiliran. Penyelenggaraan SEAMEC Conference menjadi tanggung jawab negara yang menteri pendidikannya sedang menjadi Presiden SEAMEC. Para menteri negara-negara anggota secara bergiliran memimpin sebagai Presiden SEAMEC, dengan masa bakti satu tahun.

Di samping itu, ada perkembangan baru dalam ASEAN, yaitu bahwa urusan ASEAN yang dulu terfokus pada urusan politik, sekarang diperluas untuk mencakup urusan pendidikan dan kebudayaan, seperti dirumuskan dalam Bali Concord II, yang disepakati Oktober 2003. Terkait dengan ini, status Subkomisi Pendidikan meningkat menjadi Komisi Pendidikan meskipun namanya tetap ASCOE, yang diikuti dengan gagasan untuk mengintegrasikan SEAMEO ke ASEAN dengan tetap mempertahankan identitas SEAMEO. Karena orang-orang yang terlibat dalam SEAMEO dan ASCOE cenderung sama, diupayakan agar program-program tidak tumpang tindih. Sampai saat ini masih dicari jalan keluar terbaik agar misi keduanya dapat tercapai dengan baik.

Kerja sama Multilateral

Kerja sama multilateral, yang dikoordinasikan oleh Bagian Kerja Sama Multilateral, berurusan dengan kerja sama dengan badan-badan dunia yang melibatkan sejumlah negara. Dalam melaksanakan program-program pendidikan, pemuda dan olahraga yang memerlukan bantuan teknis asing, Depdiknas bekerja sama dengan ADB ( Asian Development Bank ), WB ( World Bank ), dan IDB ( Islamic Development Bank ) melalui program kemitraan. Kerja sama dengan badan-badan dunia ini dapat berupa pemberian hibah atau pinjaman, untuk mendukung program-program yang dilaksanakan di dalam negeri maupun di luar negeri, seperti pelatihan jangka pendek dan pendidikan pascasarjana. Kedua bentuk kerja sama ini memerlukan persiapan yang melibatkan berbagai instansi terkait, terutama BAPPENAS, DEPKEU, DEPLU, dan Sekretariat Negara, serta perwakilan badan-badan dunia terkait. Di samping itu, kerja sama multilateral juga dapat dilakukan dengan badan-badan dunia lain, seperti UNICEF dan UNESCO.

Di lain pihak, kerja sama juga dirintis dalam rangka WTO ( World Trade Organization ) dan APEC ( Asia Pacific Economic Cooperation ). Depdiknas bergabung dengan Delegasi RI yang dipimpin oleh Deperindag dalam perundingan-perundingan WTO setelah jasa pendidikan dan pelatihan dimasukkan sebagai jasa yang dapat diperdagangkan. Keikutsertaan Depdiknas dalam perundingan tersebut bertujuan untuk menjaga agar perdagangan jasa pendidikan dan pelatihan tetap mendukung pembangunan pendidikan secara keseluruhan dalam kerangka pembangunan NKRI yang utuh dan kokoh. Dalam APEC Depdiknas berkepentingan untuk terlibat aktif setelah pendidikan dan pelatihan dalam beberapa wilayah menjadi kepedulian APEC karena diyakini akan dapat mendukung kerja sama dan kemajuan ekonomi.

Administrasi Kerja sama

Keseluruhan urusan administrasi kerja sama dilaksanakan oleh Bagian Administrasi Kerja Sama. Namun, bagian ini juga bertanggung jawab atas urusan-urusan administratif yang berkenaan dengan penyelenggaraan sekolah Indonesia di luar negeri, pemberian beasiswa Pemerintah RI, dan Atase Pendidikan dan Kebudayaan, seperti diuraikan di bawah.

Sekolah Indonesia di Luar Negeri

Salah satu wilayah kerja sama adalah berkaitan dengan penyelenggaraan sekolah Indonesia di luar negeri. Sekolah Indonesia ini diselenggarakan untuk memenuhi kebutuhan pendidikan nasional anak-anak diplomat dan staf lokal KBRI setempat serta orang Indonesia yang kebetulan bekerja di negara terkait.

Sekolah Indonesia di luar negeri berstatus sekolah swasta berbantuan yang penyelenggaraan dan pengelolaannya menjadi tanggung jawab sepenuhnya dari masyarakat Indonesia di negara setempat, sedangkan bantuan teknis diberikan oleh Pemerintah Indonesia dalam bentuk (1) penyediaan buku-buku pelajaran, (2) pengadaan peralatan dan sarana pendidikan, (3) penugasan PNS untuk diperbantukan sebagai kepala sekolah dan guru, dengan status sebagai tenaga yang diperbantukan. Masa bakti Kepala Sekolah Indonesia adalah 4 (empat) tahun, sedangkan guru paling lama 5 ( lima ) tahun. PNS yang diperbantukan di sekolah Indonesia di luar negeri diakui masa kerjanya dan oleh sebab itu selama bertugas kariernya tidak terputus. Mereka dapat mengurus kenaikan pangkat/jabatannya sesuai dengan peraturan yang berlaku di Indonesia .

Saat ini Indonesia mempunyai 12 (dua belas) sekolah Indonesia di luar negeri, yaitu di kota-kota berikut (1) Bangkok, Thailand; (2) Cairo, Mesir, (3) Damascus, Syria; (4) Davao, Filipina; (5) Den Haag, Belanda; (6) Jeddah, Saudi Arabia; (7) Kuala Lumpur, Malaysia; (8) Moskow, Rusia; (9) Riyad, Saudi Arabia; (10) Singapura; (11) Tokyo, Jepang; dan (12) Yangoon, Myanmar.

Program Beasiswa Pemerintah RI

Pemerintah RI menyediakan dua macam program beasiswa bagi peminat dari negara-negara sahabat untuk mengenalkan budaya Indonesia secara komprehensif guna mendukung keberhasilan diplomasi RI secara berkelanjutan. Kedua program beasiswa tersebut adalah Program Darmasiswa dan Program Beasiswa GNB (Gerakan Non-Blok).

Program Darmasiswa dimulai pada tahun 1974, yang pada mulanya terbatas untuk peminat dari wilayah ASEAN. Sekarang program ini menjadi makin populer dan mampu menarik peminat dari berbagai negara sahabat di berbagai penjuru dunia. Meskipun demikian, lebih dari separuh pelamar terpaksa ditolak karena beasiswa yang disediakan hanya untuk 100 (seratus) mahasiswa. Para peserta program non-gelar ini belajar bahasa Indonesia dan seni selama satu tahun di beberapa perguruan tinggi, seperti UI, UGM, UNY, ISI Yogyakarta, dan ISI Denpasar. Sampai saat ini program tersebut telah meluluskan lebih dari 1.300 orang yang berasal dari 53 negara.

Sementara itu, mulai tahun 1993 program beasiswa GNB (Gerakan Non-Blok) ditawarkan kepada peminat dari negara-negara anggota GNB, yang tertarik untuk menempuh program Magister dalam berbagai bidang di Indonesia. Program ini berlangsung selama tiga tahun, yang terdiri dari program persiapan (peserta belajar bahasa Indonesia ) selama satu tahun (mulai September) dan dua tahun untuk program Magister. Jika sampai tahun 2003 jumlah beasiswa yang ditawarkan adalah 20 orang per/tahun, mulai tahun 2004 menjadi 30 orang. Sampai tahun 2004 jumlah penerima beasiswa ada 222 orang dari 34 negara anggota GNB.

Atase Pendidikan dan Kebudayaan (Atdikbud)

Salah satu tugas pelayanan bidang kerja sama luar negeri adalah memfasilitasi pelaksanaan tugas atase pendidikan dan kebudayaan di luar negeri. Sebagai staf yang diperbantukan di KBRI terkait, Atdikbud mengemban tugas dari Menteri Pendidikan Nasional yang pelaksanaannya di bawah kepemimpinan Duta Besar, yaitu:

  • menjajaki kemungkinan untuk meningkatkan kerja sama di bidang pendidikan dan kebudayaan antara Indonesia dan pemerintah negara setempat;
  • membina masyarakat Indonesia di luar negeri, khususnya pelajar, mahasiswa, pegawai tugas belajar Indonesia di wilayah akreditasinya;
  • melakukan pengamatan atas usaha-usaha pendidikan dan kebudayaan di negara tempat bertugas serta melaporkan perkembangannya untuk diambil manfaatnya bagi usaha perkembangan pendidikan dan kebudayaan di Indonesia ;
  • menyesuaikan setiap kegiatan dengan dana yang tersedia dengan mengikuti ketentuan yang berlaku tentang pelaksanaan APBN;
  • membina sekolah Indonesia yang telah ada dan menjajagi kemungkinan didirikan sekolah Indonesia yang baru;
  • mengikuti pertemuan-pertemuan yang berkaitan dengan pendidikan dan kebudayaan;
  • mengembalikan benda-benda sejarah dan kebudayaan Indonesia yang mungkin masih ada di Negeri Belanda, sebagai tugas tambahan bagi Atdikbud KBRI Den Haag;
  • memperlancar hubungan dengan SEAMEC dan UNESCO Regional Office for Education in Asia , dan Sekretariat Nasional ASEAN setempat, sebagai tugas tambahan bagi Atdikbud KBRI Bangkok;
  • menyampaikan laporan berkala dan laporan tahunan.
  • Indonesia mempunyai 13 Kantor Atase Pendidikan dan Kebudayaan pada perwakilan RI di luar negeri (KBRI), yaitu (1) Bangkok, Thailand, (2) Berlin, Jerman, (3) Cairo, Mesir, (4) Canberra, Australia, (5) Den Haag, Belanda, (6) Kuala Lumpur, Malaysia, (7) London, Inggris, (8) Manila, Filipina; (9) Paris, Perancis, (10) Port Moresby, PNG, (11) Riyadh, Saudi Arabia, (12) Tokyo, Jepang, (13) Washingto, DC, Amerika Serikat.

Seluruh pelaksanan kerja sama perlu didukung dengan komunikasi yang cepat, yang dapat dilakukan lewat alamat e -mail: rokln@cbn.net.id

Komisi Nasional Indonesia untuk UNESCO

Urusan kerja sama luar negeri yang lain berkaitan dengan tugas dan fungsi Komite Nasional Indonesia untuk UNESCO (KNIU) yang dikoordinasikan dan difasilitasi oleh Bagian Sekretariat KNIU. Keanggotaan Indonesia dalam UNESCO telah berlangsung sejak tahun 1950. Pada tahun 1952 dibentuk panitia nasional Indonesia untuk UNESCO dengan SK Mendikbud Nomor 37978/KAB tanggal 20 Oktober 1950, tujuannya untuk mengurus kerja sama dengan UNESCO dan mewakili Pemerintah Indonesia dalam badan tersebut. Pada tahun 1977 sesuai dengan perkembangannya kata panitia berubah menjadi lembaga dan pada akhirnya menjadi komisi , yaitu Komisi Nasional Indonesia untuk UNESCO (KNIU) . Ketua KNIU adalah Menteri Pendidikan Nasional dan Ketua Harian KNIU adalah seseorang yang diangkat sebagai pejabat struktural oleh dan bertanggung jawab langsung kepada Menteri.

Secara umum KNIU berfungsi sebagai wadah nonstruktural dalam penyelenggaraan koordinasi, sinkronisasi, dan integrasi penyusunan kebijakan umum pemerintah yang menyangkut kerja sama dengan UNESCO, sedangkan tugasnya melancarkan kerja sama dan mengkoordinasikan kegiatan di bidang pendidikan, sains teknologi, sosial budaya, dan komunikasi dalam rangka program pemerintah dan program UNESCO.Selain itu, KNIU juga melaksanakan participation programme , dan reguler programme sebagai bantuan dari UNESCO.

Untuk memperlancar tugas ini, KNIU berkoordinasi dengan markas besar UNESCO di Paris, dan kantor-kantor UNESCO yang lain. Program-program garapannya dilaksanakan berdasarkan program yang telah direncanakan dan dibicarakan dalam sidang tahunan di Paris. Di samping itu, koordinasi dilakukan juga dengan berbagai departemen/instasi yang terkait, utamanya DEPLU, LIPI, Kementerian Kebudayaan dan Pariwisata, Kementerian Informasi dan Komunikasi, dan Kementerian Riset dan Teknologi.
Hubungan Masyarakat

Kegiatan hubungan masyarakat (Humas) merupakan bagian dari implementasi fungsi manajemen kebijakan Departemen Pendidikan Nasional (Depdiknas), yang dalam pelaksanaan tugas operasionalnya diwadahi dalam satuan unit kerja Bagian Hubungan Masyarakat dan Antarlembaga, Biro Kerja Sama Luar Negeri dan Hubungan Masyarakat, Sekretariat Jenderal. Tugas utama kegiatan Humas adalah memasyarakatkan (sosialisasi) berbagai kebijakan, program, dan produk hukum Depdiknas yang ditempuh melalui kegiatan penyebarluasan informasi dalam bentuk penerangan dan publikasi, menghimpun bahan informasi, dan menjalin hubungan kemitraan dengan berbagai lembaga negara/LSM ( stakeholders ).

Sejalan dengan tuntutan reformasi dan perubahan paradigma masyarakat terhadap bidang pendidikan, kegiatan Humas juga dituntut untuk lebih proaktif dan responsif menanggapi dan meluruskan berbagai permasalahan dan isu aktual yang tengah berkembang di masyarakat yang bersentuhan dengan pelaksanaan kebijakan Depdiknas sehingga tidak terjadi distorsi informasi dan komunikasi di masyarakat. Hal itu dimaksudkan agar masyarakat dapat memahami secara benar dan akurat baik terhadap kebijakan maupun produk hukum yang dihasilkan Depdiknas. Oleh karena itu, peranan Humas menjadi penting mengingat citra Departemen juga ikut ditentukan oleh fungsi Kehumasan dalam menjalankan tugas-tugasnya. Selain itu, melalui tugas utamanya, Humas juga dituntut untuk mampu menggugah dan mengembangkan kesadaran masyarakat agar turut berperan serta secara aktif terhadap pelaksanaan kebijakan Depdiknas, terutama dalam penyelenggaraan pendidikan nasional. Lebih jauh, sasaran dari Humas pada hakikatnya adalah menggerakkan dan membentuk opini masyarakat agar turut merasa memiliki terhadap berbagai kebijakan pendidikan sebagai wujud dari rasa tanggung jawab bersama antara pemerintah, masyarakat, dan orang tua dalam proses pembangunan pendidikan nasional.

Menyadari pentingnya peran dan tugas yang diemban dalam penyebarluasan dan pelayanan informasi, Humas secara terus-menerus meningkatkan hubungan kemitraan dan saling bersinergi dengan berbagai pihak dan unit kerja/institusi terkait ( stakeholders ), baik ke dalam (internal) dengan Unit-unit Utama Depdiknas maupun ke luar (eksternal) dengan media massa, lembaga negara, LSM, dan lembaga terkait lainnya.

Dalam rangka memasyarakatkan dan menyebarluaskan informasi kebijakan yang telah, sedang, dan akan dilaksanakan, upaya yang ditempuh dalam kegiatan dan tugas-tugas Kehumasan adalah melalui berbagai bentuk strategi pendekatan dengan menggunakan berbagai jenis saluran informasi dan komunikasi, yaitu media massa (cetak dan elektronik), media luar ruang, dan media tatap muka, yang kesemuanya merupakan upaya dari pemberian layanan informasi kepada masyarakat. Oleh karena itu, guna menunjang kegiatan dan tugas-tugas Humas dimaksud telah dilakukan pengembangan mutu SDM melalui berbagai kegiatan pelatihan Kehumasan.

Secara struktural, satuan unit kerja Humas memiliki rumusan tugas dan fungsi sebagai berikut.

  1. Mengumpulkan dan mengolah data sebagai bahan sajian informasi bidang pendidikan, pemuda, dan olahraga kepada masyarakat;
  2. Menyusun bahan penerangan kepada masyarakat tentang kebijakan dan pelaksanaan kegiatan Departemen;
  3. Mempublikasikan kebijakan dan pelaksanaan kegiatan Departemen dengan menggunakan berbagai saluran media;
  4. Membina hubungan kemitraan dan kerja sama dengan lembaga negara, lembaga swadaya masyarakat, dan masyarakat.

Semua aspek tersebut di atas, diharapkan akan mencapai sasaran dari tujuan kegiatan Humas, sebagai berikut.

  1. Meningkatnya pemahaman masyarakat terhadap berbagai kebijakan dan program pembangunan pendidikan serta produk hukum yang berkaitan dengan bidang tugas Depdiknas;
  2. Meningkatnya kesadaran masyarakat terhadap tugas dan kegiatan pembangunan bidang pendidikan sehingga menjadi tanggung jawab bersama antara pemerintah, orangtua, dan masyarakat;
  3. Meningkatnya peranserta masyarakat dalam penyelenggaraan pendidikan nasional dalam upaya mencerdaskan kehidupan bangsa sebagaimana diamanatkan di dalam UUD 1945;
  4. Meningkatnya mutu SDM bidang Humas di lingkungan Depdiknas, baik di pusat, daerah, maupun PTN, dalam rangka mengembangkan peranan Humas yang tanggap dan proaktif sesuai dengan tuntutan tugas dan perkembangan teknologi komunikasi.

Secara operasional yang dilakukan sebagai realisasi pelaksanaan dari tugas dan fungsi Humas, telah dilakukan berbagai strategi kegiatan dengan menggunakan berbagai saluran informasi dan komunikasi, sebagai berikut: (1) Media Cetak , yang mencakup (a) liputan dan jumpa pers, (b) kunjungan pers ( Press Tour ), (c) pemasangan iklan layanan masyarakat (suplemen), (d) penerbitan berkala, (e) penerbitan buku kerja dan kalender tahunan; (2) Media Elektronik , yang mencakup (a) liputan dan jumpa pers, (b) dialog/ talk show TV/Radio, (c) TV spot dan radio spot, (d) paket siaran TV dan radio, (e) siaran berita, (f) internet/ webside; (3) Media Luar Ruang , yang mencakup (a) b illboard, (b).videotron, (c) poster, (d) spanduk/baliho; (4) Media Tatap Muka , yang mencakup (a) forum wartawan, (b) forum Kehumasan, (c) seminar, diskusi, penyuluhan, (d) pameran; (5) Media Kemitraan , yang mencakup ( a) Rapat Kerja Mendiknas dengan DPR RI, (b) Rapat Dengar Pendapat Pejabat Eselon I dengan DPR RI, ( c) Pertemuan konsultasi/koordinasi dengan Lembaga Negara/LSM; (6) Pengumpulan dan Pengolahan Informasi , yang mencakup (a) penyusunan kliping, (b) analisis berita suratkabar, (c) penilaian artikel suratkabar; dan (7) Pengembangan Mutu SDM , yang mencakup (a) pelatihan teknis kehumasan, (b) pelatihan jurnalistik, dan (c) pelatihan komputer.

Tinggalkan komentar